Rois Hidayat SH. CMe Kuasa Hukum Ahli Waris Linora Torindatu Pemilik Tanah di Manado, Sebagian Minut dan Minahasa Bersatu

Manado – (8/2/25) penjelasan dari kuasa hukum Rois Hidayat SH CMe , selaku kuasa Keluarga para ahli waris Linora Torindatu masing- masing mewakili para ahli waris diantaranya Neltje karundeng dan Denny Andreas dibuatkan aktariel surat kuasa bertempat di Notaris Ratna Suganda Yusuf SH Mkn beralamat Kota Manado Sulawesi Utara Jl.14 Februari, serta memiliki hak atas tanah yang ada di Kota Manado, sebagian Kabupaten Minahasa Utara (Minut) dan sebagian Kabupaten Minahasa adalah milik leluhurnya Linora Torindatu. Bukan tanpa alasan, keluarga memiliki bukti yang telah di copy scan asli oleh kuasa ahli waris , dengan dokumen otentik yang dimiliki Keluarga Torindatu berupa Akta Eigendom Nomor 232 dan Surat Ukur (meetbrief) nomor 272 tanggal 28 Juni 1879.
Dimana, Akta Eigendom itu merupakan Akta Hak Milik yang dikeluarkan pada era Kolonial Hindia Belanda. Akta Hak Milik beserta surat ukurnya dibuat oleh Kantor Kadaster di Manado (Hoofd Kadaster Kantor Manado) atau sekarang disebut Kantor ATR/BPN.
Berdasarkan kamus hukum, yang dimaksud dengan “eigendom” adalah milik mutlak. Sedangkan, yang dimaksud dengan “verponding” adalah harta tetap. Adapun eigendom verponding adalah hak tanah dengan hak milik mutlak sebagaimana diatur dalam pasal 570 Burgerlijk Wetboek (BW) atau disebut sebagai Kitab Undang-undang Hukum Perdata.
Kuasa hukum semua Keluarga Besar Torindatu Rois Hidayat SH CMe, menjelaskan tanah hak milik leluhur Keluarga Besar Torindatu berasal dari peninggalan Willem Datoe Yusup Paulus Torindatu atau dipanggil Aboh Prinz, seorang keturunan bangsawan dari Buol Sulawesi Tengah yang menikah dengan Boki Karinda dari suku Bantik.
“Aboh dan Boki Karinda ini mempunyai keturunan dua orang anak. Pertama bernama Estefanus Paulus Torindatu yang mempunyai keturunan dan yang kedua bernama Linora Torindatu, beliau tidak menikah dan tidak mempunyai keturunan,”ungkap Saerang.
Dikatakan, pengurusan pendaftaran Kadaster tanah-tanah hak milik dari Aboh Torindatu dan Boki Karinda dipercayakan kepada anak kedua yakni Linora. Alasanya, Linora memiliki kemampuan dalam berkomunikasi dengan pihak Kolonial Hindia Belanda karena cakap dalam berbahasa Belanda.
“Tetapi dikarenakan Linora tidak menikah dan tidak mempunyai keturunan, maka secara prinsip pewarisan jatuh kepada kakaknya yang bernama Estefanus dan keturunannya,”tukasya.
Hingga kini, kata Rois, Keluarga Besar Torindatu terus berjuang untuk mendapatkan Hak Milik sesuai dengan alat-alat bukti kepemilikan yang ada seperti Akta Eigendom nomor 232, Surat Ukur nomor 272 tanggal 28 Juni 1879, Salinan Surat Keputusan Menteri Agraria 1960 dan dinyatakan juga lewat Keterangan dari Balai Harta Peninggalan Jakarta Tahun 1988.
“Beredar juga ketentuan terkait tanah yang apabila setelah 20 tahun UUPA diberlakukan akan tetapi pemilik hak atas tanah Eigendom verponding tidak mendaftarkan tanahnya, maka tanah tersebut menjadi milik negara. Jika setelah 20 tahun UUPA berlaku tanah tersebut tidak sepenuhnya menjadi hak negara,”ungkapya.

Menurut Rois Surat penetapan BPN no 8 tahun 1973 presiden memerintahkan kantor gubernur cq badan kantor pertanahan kanwil wajib memberikan ganti rugi dikuatan oleh presiden ke 8 Prabowo Subianto lewat Permenkeu no 184 tanggal 31 Desember 2024 akan memberikan ganti rugi kepada ahli waris atau yang dikuasakan namun jika terdapat tanah obyek tersebut di kuasai pihak ketiga atau swasta maka wajib membayarkan. Adapun berdasarkan Pasal 24 dan 25 PP Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah disebutkan jika pendaftaran tanah yang dilakukan oleh Badan Pertanahan Nasional yang berasal dari hak-hak lama salah satunya eigendom verponding, dapat dilakukan dan dikonversi menjadi hak milik dengan syarat dibuktikan dengan alat-alat bukti mengenai adanya hak tanah tersebut berupa bukti-bukti tertulis, keterangan saksi dan atau pernyataan.
Ditambah lagi dengan apa yang dimaksud dengan pembukuan hak, dimana hak atas tanah atau hak milik tersebut (eigendom verponding 232/1879) didaftarkan dengan membukukannya dalam buku tanah yang memuat data yuridis dan data fisik bidang tanah yang bersangkutan, dan sepanjang ada surat ukurnya dicatat ukur secara hukum telah didaftar.
Terkait Akta Eigendom Verponding dari Linora Torindatu luasnya 2.206.400.000 m² dari yang telah dimohonkan haknya berdasarkan akta penggantian dengan bukti akta van eigendom nomor 232 lewat SK Menteri Agraria No.Sk.537/Ka, dikatakan Rois, dalam daftar umum tercatat sebagai tanah yang dikuasai oleh negara.
“Tetapi lewat SK tersebut diatas juga bahwa pemerintah bersedia memberikan dengan cuma-cuma sebagian dari tanah tersebut seluas 441.280.000 m² diberi Hak Milik kepada Linora Torindatu sebagai ganti rugi yang dimaksud dalam pasal 8 Undang-undang no.1 tahun 1958,”jelasya.
“peraturan mahkamah agung republik indonesia nomor 3 tahun 2016 tentang tata cara pengajuan keberatan dan penitipan ganti kerugian ke pengadilan negeri dalam pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum”
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1961 TENTANG TUGAS-KEWAJIBAN DAN LAPANGAN PEKERJAAN DOKUMENTASI DAN PERPUSTAKAAN DALAM LINGKUNGAN PEMERINTAH
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1961 TENTANG POKOK-POKOK KEARSIPAN NASIONAL
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2021 TENTANG HAK PENGELOLAAN, HAK ATAS TANAH, SATUAN RUMAH SUSUN, DAN PENDAFTARAN TANAH
KEPUTUSANPRESIDENREPUBLIKINDONESIA NOMOR32TAHUN1979 TENTANG POKOK-POKOKKEBIJAKSANAANDALAMRANGKAPEMBERIANHAKBARU ATASTANAHASALKONVERSIHAK-HAKBARAT
Perlu kami sampaikan juga Berdasarkan surat Departemen Dalam Negeri Direktorat Jenderal Agraria Jakarta Jalan Singamangaraja No. 2 Kebayoran Baru Kotak Pos 2412 Telepon Ok. 70601 S/D 70602 Nomor : Dlr. 10/202/10/73 Berhubung masih banyak terdapat keragu-raguan diantara para pelaksana di daerah-daerah dalam usaha untuk menyelesaikan tanah-tanah partikelir/eigendom yang luasnya lebih dari 10 bouw yang terkena Undang undang No. 1 tahun 1958, maka dengan ini diberikan beberapa pedoman dalam mentakl ganti rugi atas tanah-tanah tersebut sebagai berikut:
1. Tanah-tanah partikelir/eigendom yang luasnya lebih dari 10 bouw yang menurut penelitian belum diberikan ganti rugi, supaya segera diperiksa dan diusulkan ganti ruginya kepada Menteri Dalam Negeri cq. Direktur Jenderal Agraria dengan menggunakan pedoman Surat Keputusan Deputy Menteri Kepala Departemen Agraria No. Sk. 15/Depag/1966 tanggal 4 Mei 1966. 2. Dalam hal usulan ganti rugi tersebut berupa uang, maka besarnya taksiran harga umum harus dilakukan oleh suatu panitia (dahulu Panitia liquidasi tanah partikelir). Mengingat Panitia liquidasi tanah Partikelir kenyataannya kini sudah tidak ada lagi, maka penaksiran harga ini dilakukan oleh Panitia Pemeriksa Tanah A diwilayah mana tanah tersebut terletak.
3. Apabila sebidang tanah telah ditetapkan ganti ruginya berupa kesediaan Pemerintah untuk memberikan sesuatu hak atas tanah dengan penerbitan sesuatu Surat Keputusan dari Menteri Dalam Negeri (dahulu Menteri Agraria), dan yang kemudian pemberian haknya sebagai realisasi daripada janji Pemerintah tidak dapat dilaksanakan, karena mungkin bekas pemilik atau ahliwarisnya tidak lagi menguasai tanahnya, maka surat Keputusan ganti ruginya harus diubah dalam bentuk uang. Dalam hal ini ganti rugi yang akan diberikan adalah pengganti ganti rugi yang berupa sesuatu hak yang telah dijanjikan itu. Oleh karena itu Surat Keputusan janji inilah yang dipakai sebagai pegangan dalam mengusulkan perubahan ganti rugi dalam bentuk uang. Dengan demikian maka ganti ruginya tidak memerlukan perhitungan prosentase lagi sebagaimana ditentukan dalam Surat Keputusan No. Sk.15/Depag/1966.
Mengenai letak tanah dimaksud dalam SK Menteri tersebut yaitu terletak di Kampung Malalayang dan Bunaken sampai Manado. Diketahui pada masa sekarang ini (tahun 2021) luas kota manado dari Wikipedia google hanyalah ±167.5 Km² atau ±167.500.000 M² sehingga tidak salah jika Keluarga Besar Torindatu mengklaim Bunaken, Kota Manado, sebagian Minahasa Utara, sebagian Minahasa sebagai HAK MILIK yang harus segera diproses dan diserahkan oleh Pemerintah dalam hal ini Kementerian ATR/BPN lewat Kantor Wilayah ATR/BPN Provinsi Sulawesi Utara kepada Keluarga Besar Torindatu sesuai dengan kebijakan yang diambil oleh pemerintah Indonesia lewat keputusan Menteri Agraria Sk.537/Ka 1960 tersebut.
. Surat Penetapan BPN RI Tahun 1961 5. Undang-undang No.1 tahun 1958 tentang Ganti Rugi Tanah Partikelir ex asing dan Eigendom 6. Surat daftar tanah –tanah partikelir dan eigendom yang terkena UU No 1/1958 yang lebih 10 bow kusus Jawa Tengah 7. Surat Keputusan Kuasa Perang Sk.No.Kpts26 /P.3.B./1958 8. Kepres No.32 tahun 1979 tentang tentang Pokok-Pokok Kebijaksanaan Dalam Rangka Pemberian Hak Baru Atas Tanah Asal Konversi Hak-Hak Barat 9. Surat penyerahan jabatan no.Dir 01/SPJ/VI/2011 10. Keputusan Mentri agraria No.12 Tahun 1999 Tentang Pencabutan Kementrian Agraria Tahun No.13 tahun 1997 11. PermenkuNo.154 Tahun

Selanjutya, dikatakan Rois, dalam Undang-Undang nomor 1 tahun 1958 tentang penghapusan tanah partikelir itu hanya 1 pasal terkait dengan penghapusan, 8 pasal terkait dengan ketentuan ganti rugi, 4 pasal terkait dengan ketentuan lainnya. Dengan demikian meski sudah ada kebijakan pemerintah lewat SK.Menteri Agraria no.Sk.537/Ka tersebut, jika Linora Torindatu dan atau Keluarga Besar Torindatu belum menerima ganti rugi, maka akta eigendom verponding itu sendiri masih berlaku dan bisa digunakan sebagai alat bukti kepemilikan yang SAH.

“Dan jika hal itu terjadi (belum/tidak diproses ganti ruginya) berarti pemerintah dalam hal ini Kementerian Agraria cq.Kanwil ATR/BPN Provinsi Sulut bukankah sudah masuk dalam unsur pengabaian kebijakan hukum atas produk hukum (SK.537/Ka) yang dibuat oleh mereka sendiri, jika berdasarkan Azas-azas umum Pemerintahan yang baik antara lain Azas Fairplay dan Azas Pemerataan, maka Pemerintah lewat Kementerian ATR/BPN cq. Kanwil ATR/BPN Provinsi Sulawesi Utara wajib untuk memproses isi Surat Keputusan SK.537/Ka tersebut kepada Pemohon dalam hal ini permohonan kepastian pemberian hak milik yang dimohonkan oleh kami pemegang kuasa waris keluarga besar Torindatu,”tegas Rois . yang juga keturunan dari Dotu Torindatu, William Datoe Yusup Paulus Telah dihibahkan kepada Ny.Neljte karundeng di catatkan pada notaris Ranta Yusuf Suganda SH Min beralamat di Manado.
Ditambahkan, Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Utara juga dalam melakukan penguasaan lahan atau mengklaim sebagai asetnya banyak juga dengan memakai alas Hak seperti Verponding atau juga memakai Hak Erpacht, seperti verponding 60, 80, 90 contohnya aset di wilayah Kecamatan Mapanget, Kota Manado.
Informasi terkait Hal itu diketahui setelah Perwakilan Keluarga Besar Torindatu didampingi Lsm suara Indonesia dalam melakukan sharing/diskusi dengan Biro Hukum Pemprov Sulut, dimana asset-aset Pemprov itu berdiri diatas alas Hak Pakai, Hak Guna Bangunan.
Dimana, berdasarkan Pasal 41 ayat (1) UUPA, Hak Pakai adalah hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik orang lain. Dan berdasarkan Pasal 35 ayat 1 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA), HGB adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri, dengan jangka waktu paling lama 30 tahun.
“Yang bisa ditarik kesimpulan sementara bahwa asset-aset Pemerintah Daerah ini berdiri diatas tanah yang bukan miliknya sendiri dan atau berdiri diatas tanah hak milik dari Linora Torindatu/Keluarga Besar Torindatu,”tandas Rois
menurut Rois , Keluarga Besar Torindatu berpandangan jika Pemprov Sulawesi Utara saja bisa dalam penguasaan asset menggunakan alas hak verponding/hak erpacht yang juga adalah hasil produk barat yang hanya bersatus hak pakai, maka Keluarga Besar Torindatu juga berhak memakai alas hak eigendom verponding yang merupakan Akta Hak Milik yang mutlak tanpa bisa untuk diadili karena dijamin oleh sejumlah aturan seperti :
1. Undang-Undang Dasar 1945 (Pasal 28 D ayat 1, Pasal 28 I ayat 1);
2. TAP MPR No XV/MPR/1998 – Tentang Hak Asasi Manusia (Lampiran II Piagam Hak Asasi Manusia)
– Pasal 41 ;
3. TAP MPR No IX Tahun 2001 – Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam – Pasal 5 huruf J ;
4. Kitab Undang-undang Hukum Perdata (Pasal 570) ;
5. Undang-Undang nomor 1 Tahun 1958 tentang Penghapusan Tanah-tanah Partikelir ;
6. Undang-undang nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria ;
7. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah ;
8. Undang-undang nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
9. Undang-undang nomor 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Tentang
Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya – Referensi Hak Asasi Manusia ;
10. Undang-undang nomor 39 Tahun 2014 – Tentang Penggunaan Lahan (pasal 12, 17 dan 103) ;
11. Undang-undang nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik ;

Disamping itu, tukas Rois ,bahwa Keluarga Besar Torindatu juga memohon kepada Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Lembaga Ombudsman RI Provinsi Sulawesi Utara, Kepala Kepolisian Daerah Provinsi Sulawesi Utara, Pangdam XIII/Merdeka, Kejaksaan Tinggi Sulawesi Utara, Gubernur Sulawesi Utara, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sulawesi Utara, Ketua Pengadilan Negeri Manado, Ketua Pengadilan Tinggi Manado, Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara Manado, agar turut serta meneliti, menyelidiki serta memantau perjuangan Keluarga Besar Torindatu dalam mencari kepastian ganti rugi dari pemerintah yang dimaksud dalam salinan Surat Keputusan Menteri Agraria No.SK.537/Ka tanggal 7 April 1960, agar tidak terjadi pengabaian kewajiban hukum dan pelanggaran HAM oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional Cq. Kanwil ATR/BPN Provinsi Sulut. Ditambah lagi Mentri ATR/ BPN Nusron wakhid akan memiskin mafia tanah yang bukan haknya dalam pernyataan pernyataan resminya setelah dilantik menjadi mentri di era presiden Prabowo Subianto tegasnya.( team Investigasi Lidik Krimsus RI)

Related posts