LIDIK KRIMSUS RI SOROTI MAFIA TANAH DAN DUGAAN PENYALAHGUNA WEWENANG BPN DI JAWA TENGAH

LIDIK KRIMSUS RI SOROTI MAFIA TANAH DAN DUGAAN PENYALAHGUNA WEWENANG BPN DI JAWA TENGAH

Jakarta (10/3/25] – Ketua Pengawas Kebijakan Publik LIDIK KRIMSUS RI, Rois Hidayat, SH, CMe, yang juga berprofesi advokat, menyoroti maraknya praktik mafia tanah yang terjadi akibat lemahnya penegakan aturan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN). Salah satu permasalahan utama yang disoroti adalah diabaikannya hak-hak pemilik tanah yang memiliki alas dasar Eigendom, serta penyalahgunaan wewenang dalam penerbitan Sertifikat Hak Guna Usaha (SHGU), Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB), dan Sertifikat Hak Pengelolaan (SHPG).

Mengacu pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1958 tentang Penghapusan Hak-hak Tanah Feodal, serta Surat Edaran Kementerian Keuangan Nomor 129 Tahun 2024, Rois Hidayat menegaskan bahwa hak-hak pemilik tanah harus dijamin dan dilindungi oleh negara. Namun, dalam praktiknya, banyak pemilik tanah dengan alas Eigendom yang mengalami perampasan hak akibat tindakan sewenang-wenang oleh Oknum BPN dan pihak pengembang yang nakal.

Oknum BPN seolah bertindak sebagai pemilik lahan dengan menerbitkan SHGU, SHGB, dan SHPG tanpa mempertimbangkan hak-hak pemilik asli yang memiliki alas Eigendom. Ini adalah bentuk penyalahgunaan wewenang yang dapat berimplikasi hukum. Kami akan meminta audit menyeluruh terhadap peran dan fungsi pengembang yang melanggar aturan serta pengawasan ketat terhadap BPN yang tidak menjalankan tugasnya secara profesional,” tegas Rois Hidayat.

Sebagai langkah konkret, LIDIKKRIMSUS RI akan mendorong Menteri ATR/BPN untuk melakukan evaluasi ulang terhadap seluruh penerbitan SHGU, SHGB, dan SHPG, khususnya di wilayah Jawa Tengah, guna memastikan bahwa tidak ada hak masyarakat yang dirampas. Selain itu, pihaknya akan mengajukan permohonan audit kepada lembaga pengawasan terkait agar dilakukan investigasi terhadap para pelaku usaha dan oknum yang terlibat dalam praktik mafia tanah ini.

Berdasarkan aturan yang berlaku, apabila ditemukan adanya pelanggaran dalam penerbitan sertifikat tanah oleh oknum BPN yang merugikan pemilik asli, maka dapat dikenakan sanksi administratif hingga pidana sebagaimana diatur dalam:

1. UU Nomor 1 Tahun 1958, yang melindungi hak-hak pemilik tanah dari sistem feodal dan penyalahgunaan oleh pihak lain.

2. UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA), yang menegaskan bahwa penguasaan tanah harus berdasarkan asas keadilan dan kepastian hukum.

3. UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, yang mengatur sanksi terhadap penyalahgunaan wewenang oleh pejabat publik, termasuk di lingkungan BPN.

4. KUHP Pasal 372 dan 385, yang mengatur ancaman pidana bagi pihak yang melakukan penggelapan hak atas tanah.

Banyaknya aduan serta banyak menerima kuasa dari para pemegang hak eigendom verponding akan melakukan pembatalan atas tanah yang telah berubah menjadi shm dengan dasar SKT dari kepala desa. Pasal 55 turut serta dalam perbuatan melawan hukum . Juga turut serta notaris yang nakal mengadakan dokumen aspal agar menjadi hak milik sehingga pemilik hak dasar eigendom musnah.

Rois Hidayat menegaskan bahwa pihaknya tidak akan tinggal diam dalam menghadapi persoalan ini. “Kami akan terus mengawal proses ini agar para pemilik hak tanah mendapatkan keadilan. Mafia tanah harus diberantas, dan BPN wajib bertindak sesuai dengan hukum yang berlaku, bukan malah menjadi bagian dari masalah,” pungkasnya.

(Red – Div.Humas Lidik KRIMSUS RI)

Related posts